Friday, March 27, 2015

Diksionari Ahok & Seven Dirty Words


Toiletisasi Gubernur Ahok dengan Kompas TV jadi buah bibir sepekan ini. Pasalnya seruan kasar Ahok ini sangat kontras menjadi sorotan utama dibanding konfliknya yang justru menjadi cover story. Jika dibandingkan dahulu kasus kata kotor Sh*t Presiden US Bush Jr di TV CNN, maka sudah seharusnya Kompas TV kena denda Milyaran rupiah karena secara sadar Wawancara Live TV dengan Gubernur Ahok tentang isu kontroversial namun tidak menyiapkan konsinyes atau "safety belt" malah menikmati secara sengaja kekonyolan itu untuk tujuan rating barangkali.
Karakter Ahok yang temperampental dan tak bisa menjaga tensi, intonasi dan diksi bertuturnya tentu sudah dipahami baik oleh redaksi Kompas TV. Artinya keputusan wawancara live harus disiapkan matang termasuk antisipasi jika Ahok keluarkan kata-kata kasar dan jorok. Aiman Wicaksono yang oleh Ahok dicap si Raja Ngeyel, atas peristiwa ini sebenarnya harus dikenakan sanksi berat, tidak boleh on air 1 tahun misalnya. Apa sebabnya.?

Secara subyektif sikap dan gaya Aiman sok smart, tapi tak sopan karena sering memotong dan memancing emosi dengan pertanyaan pribadi bahkan sedikit rasis. Ketika Ahok cuek dan malah mengulangi kata t**, jelas adalah pancingan dari Aiman secara sengaja. Cara Aiman menegur Ahok dengan kata kata "kita sedang live tolong Pak Ahok jaga ucapan" justru malah pemicu kemarahan lebih parah meningkatkan tensi emosi Ahok yang butuh waktu untuk didinginkan. Aiman tampaknya menikmati kehebohan ini. Aiman sebenarnya bisa stop wawancara, atau cut jeda iklan. Tim operator Kompas TV juga bisa OFF kan mikrofon Ahok.

Kompas TV yang membawa slogan Inspirasi Indonesia seharusnya dikenakan denda dan sanksi berat karena melakukan politik dumping dan secara kasar menikmati berkah dari kekonyolan pejabat publik. Sebenarnya bagaimana TV, pewawancara bisa menjaga diksi-nya bersama tokoh narasumber yang diwawancarainya Itu menyangkut seni berkomunikasi dan "Ethics Manual" yang terdiri dari diksi-diksi.


Sedikit kita telaah soal diksi yang tepat dalam berinteraksi baik verbal maupun non-verbal di Televisi. Diksi adalah pilihan kata yg tepat dan selaras (dalam penggunaannya) untuk mengungkapkan gagasan sehingga diperoleh efek tertentu (seperti yang diharapkan). Diksi, dalam arti aslinya merujuk pada pemilihan kata dan gaya ekspresi oleh pembicara. Diksi yang lebih umum digambarkan dengan enunsiasi kata - seni berbicara jelas sehingga setiap kata dapat didengar dan dipahami hingga kompleksitas dan ekstrimitas terjauhnya. Arti keduanya soal pengucapan dan intonasi semata, daripada pemilihan kata dan gaya.

Diksi memiliki beberapa kata formal atau informal yang tercatat dalam konteks sosial. Analisis diksi secara literal menemukan bagaimana satu kalimat menghasilkan intonasi dan karakterisasi figur seseorang contohnya penggunaan kata-kata yang berhubungan dengan sebuah gerakan fisik menggambarkan karakter yang bersifat aktif, sementara penggunaan kata-kata yang berhubungan dengan pikiran menggambarkan karakter yang introspektif.

George Carlin adalah seorang komedian, aktor (stand up comedy) terkenal di Amerika yang sangat introspektif. Tahun 1972, dia membuat sensasi dengan monolog-nya "Seven Words You Can Never Say on Television" yaitu sh*t, p*ss, f*ck, c*nt, c*cks*cker, m*therf*cker, dan t*ts. Pada saat itu, kata-kata itu sangat tidak pantas diucapkan, Biasanya pas ada acara marah-marah di TV bunyi klakson ini sering banget keluar. Tapi tahu nggak sih, kata-kata apa saja yang sering di sensor pihak TV dalam acaranya? Sebenarnya ada banyak kata-kata terlarang tayang di TV. Pas googling, malah kini ada yang nulis 379 kata terlarang, tapi tergantung kebijakan masing-masing stasiun TV. Kebanyakan tetap mengacu pada kata-kata terlarang versi Carlin.

Mengapa stasiun TV patuh untuk selalu menyensor kata-kata itu? Karena KPI-nya Amerika, FCC, akan memberikan denda sebanyak $325.000 atau setara dengan 3,5 milyar rupiah per kata yang diucapkan. Jadi kalo sampe keceplosan sepuluh kali, silahkan aja hitung sendiri. Untuk urusan lokal, KPI juga banyak sensor soal tayangan TV. Dalam perkembangannya selain tujuh kata tadi yang disensor, telah banyak kata kata yang tabu diucapkan. Pernah nonton Spongebob? Di salah satu Episode, sampai ada 12 kata yang dilarang tuan Krab untuk diucapkan Spongebob dan Patrick.
Sensor ini menjadi alat yang penting, namun memang cukup merepotkan pada acara Live Talk. Ada beberapa SOP yang umum berupa tindakan pertolongan seketika untuk melokalisasi efek negatifnya. Kisah percakapan informal antara presiden AS George Bush Jr dengan PM Inggris Tony Blair dalam sesi rapat pertemuan puncak G-8. Pertemuan di St Petersburg- Rusia diliput Live banyak stasiun TV diantaranya CNN. Topiknya tentang situasi konflik Timur Tengah. Di sela rapat tersebut terjadi obrolan informal antara Bush dan Blair yang tak diduga kemudian jadi menghebohkan. Bush sangat geram dengan sikap PBB terhadap konflik Israel yang diserang mortir-mortir Hizbullah. Lalu setengah berbisik kepada Blair, presiden Bush berujar, “See the irony is what they need to do is get syria to get Hezbollah to stop doing this shit and it’s over!”

Bush menggunakan kata “shit”. Rupanya obrolan ini tertangkap mikrofon di depan mereka yang masih ON. Percakapan itu terdengar di forum dan tersiar Live di CNN. Menyadari situasi itu, kedua pemimpin negara besar ini sontak kaget. Spontan Blair mematikan mikrofon di depan meja mereka. Keduanya gagap dan staf mereka segera memastikan tidak ada TV yang meliput live. Apadaya TV CNN sedang ON AIR. Insiden dengan ucapan satu kata shit yang diucapkan hanya sekali oleh Bush tak bisa dicegah telah tersiar ke seluruh penjuru dunia via TV CNN.
Publik Amerika geger atas kecelakaan mulut Presiden. Muncul kecaman protes dimana-mana dan jadi isu debat publik di media. Publik Amerika malu atas insiden tersebut meski mereka dapat penjelasan akan ketidaksengajaan ini. Berlanjut, Federal Communication Commission (FCC) – semacam Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) ikut bereaksi. FCC memanggil direksi CNN atas tayangan live tersebut dan dikenakan sanksi denda yang amat besar

Jadi dalam kasus s**t tersebut seorang Presiden mendapat sanksi sosial dan harus minta maaf secara terbuka disiarkan langsung oleh banyak TV. Stasiun TV CNN yang tanpa sengaja menyiarkan langsung ucapan shit itu pun mendapat sanksi berat dari Komisi Penyiaran di Amerika (FCC).

Nah bagaimana relasinya dengan Ahok jelas dia harus minta maaf secara fair terbuka di Media Televisi dan ini sudah dia lakukan. Bagaimanapun Ahok telah mendapatkan sanksi sosial. Ini bagus untuk pembelajaran baginya meskipun konon katanya Ali Sadikin malah lebih kasar dari Ahok. Ali terkenal tukang gampar menempeleng secara fisik, sedang Ahok hanya mulutnya yang sedikit comberan tetapi sisi jiwa terbukanya bagi orang yang kenal dekat, Ahok humanis. Namun hikmah dari kasus ini KPI harus segera proaktif mengatur pengenaan sanksi berat dan denda yang lebih besar untuk menghadirkan kredibilitas tayangan TV kedepan yang cerdas mendidik.

Thursday, February 19, 2015

Belajar Dari Konflik KPK Versus Polri

Dari kilas balik perseteruan KPK Versus Polri banyak pelajaran yang bisa kita petik untuk bersikap dan memandang arah yang tepat. Lebih penting peristiwa ini seharusnya jadi tonggak sejarah bagi "decision maker" dalam manajemen konflik. Media sebagai corong-pun tak luput pontang panting memosisikan diri apakah imparsial atau berpihak kepada kebenaran apa dan untuk siapa?

Jokowi tanggal 18 Februari 2015, sehari sebelum Imlek telah menunjukkan kelas-nya. Konferensi Pers Jokowi dengan tegas tidak melantik Budi Gunawan sebagai Kapolri sekaligus menonaktifkan Abraham Samad dan Bambang Widjoyanto selanjutnya menunjuk 3 orang Plt KPK yaitu Mantan Ketua KPK Taufiqurahman Ruqi, Indryanto Seno Adjie dan Johan Budi. Banyak yang menilai keputusan Jokowi hari itu sangat jenius. Jokowi benar benar mengejutkan banyak pihak, tak terkecuali pasar taruhan yang jauh meleset prediksinya pasca putusan Praperadilan (haqul yakin BG dilantik). Penantian kita pada hari itu  akhirnya terjawab. Kesan publik kepada Jokowi "buying time" mengulur waktu terbukti karena kasus ini memang rumit bertumpuk tumpuk baik faksi-faksi yang bertubrukan maupun dimensi politik dan hukum yang saling bergesekan sehingga Jokowi harus menunggu amunisi dan unsur pendukungnya lengkap.

Tampaknya Jokowi berusaha menggunakan timbangan untuk memberi rasa adil bagi semua. Bagi pihak yang benci BG akan terpuaskan sedangkan bagi pihak yang muak dengan AS bisa bernafas lega.Tapi seperti lazimnya sebuah keputusan pasti ada pihak yang tak puas senang. Jokowi sudah bersikap ambil keputusan dengan segala risiko-nya tetapi tetap saja direspon negatif oleh dua pihak yang terbelah karena perbedaan kepentingan.
Pihak pertama sudah pasti para aktivis dan lawan politik yang selalu sinis bercampur sirik bilang keputusan Jokowi sangat terlambat sedangkan pihak kedua adalah segelintir politisi PDIP yang kecewa dan menyesalkan.
Pihak pertama ini memang voters yang harus disentuh dan direbut hatinya oleh Jokowi, mereka orang orang yang idealis tapi labil sehingga perlu diajak partisipasinya untuk membangun negeri. Sedangkan pihak kedua segelintir politisi PDIP yang dekat dengan BG seperti Trimedya, Masinton Pasaribu, Effendi Simbolon dan Junimart Girsang yang ditamengi oleh Pramono Anung dan Ahmad Basarah. Blok kedua segelintir elite PDIP inilah Brutus teriak Brutus yang sebenarnya. Politisi PDIP yang bersikap aneh tak henti hentinya merusak sendiri warna merah dan membengkokkan mulut si moncong putih. Ada kecurigaan kelompok inilah yang selalu merecoki kabinet Jokowi dan berintrik mengadu domba Mega dengan Jokowi demi target-target tertentu. Bagi yang mengenal Ketum PDIP itu secara dekat haqul yakin Mega sudah tak punya ambisi pribadi apapun karena semua pencapaian tertinggi di Republik ini sudah dia raih. The Truly Brutus inilah yang selalu berkampanye istilah "petugas partai" yang sangat rentan bercitra negatif. Mereka harus segera dijauhkan dari Megawati dan khususnya Puan. Untung PDIP masih punya pentolan abadi seperti Sidarto Danusubroto, Tjahyo Kumolo, Maruarar Sirait, Teras Narang, Ganjar Pranowo, Budiman Sujatmiko, Rieke Diah Pitaloka, Aria Bima, Hasto Kristianto dan Eva Sundari yang mulai sekarang harus ekstra hati hati membuat jembatan hubungan Presiden dgn PDIP agar jeruk tak makan jeruk. Yang patut diapresiasi justru sikap dingin dan kesetiaan Seskab Andi Widjayanto yang dituduh brutus, padahal Ia adalah anak kandung darah pendiri PDIP Jenderal Theo Syafie. Jokowi sangat jeli memilih dan beruntung diback-up anak muda ini yang diakui sangat tajam intuisi intelijennya juga jago soal Keamanan Nasional.

Beberapa minggu sebelumnya memang telah terjadi pergerakan situasi yang sangat sulit diprediksi, kocar kacir bagai berada di persimpangan gang sempit yang saling berpotongan, sebelum akhirnya terbelah dalam dua kubu yang terkonsentrasi berhadap-hadapan serta publik yang bingung sebagai penontonnya. Kita bisa amati bagaimana sejumlah media online mainstreem seperti Detik, Tempo, Kompas, Berita-Satu, tampaknya tidak ada satupun yg berpihak kepada Polri  justru sebaliknya membabibuta membela KPK! Mengapa ini bisa terjadi, apakah karena puja-puji yang menempel ditubuh KPK adalah magnet yang sangat penting untuk diselamatkan ataukah karena terlanjur antipati kepada Polri? Atau betulkah pemihakan ini benar benar natural berasal dari gerakan bawah (tanah?) yang bergerak,  bukan karena settingan yang bersifat pesanan (order) untuk menembus target oplosan plus oplahan para NGO dan kapitalis pemilik modal?
Entah apa yang sedang berseliweran dibenak para aktivis dan  media pendukung KPK, meskipun misalnya segudang bukti AS telah dibeberkan, mereka tetap gigih berapologi, tidak menggubris, menyepelekan malah menuduh itu dicari-cari, direkayasa utk menghancurkan KPK, sebesar itukah cinta mereka kepada KPK sehingga apriori satu paket harus pula mencintai cela yang dimiliki Ketuanya? Tidakkah lebih adil memberi saja ruang bagi komite etik untuk obyektif menguliti kasusnya? Banyak orang yang penasaran ingin tahu apa yangg terjadi jika ujungnya, AS secara telak terbukti transaksi jual beli kepentingan politik dgn hukum, gratifikasi pistol, kasus pemalsuan dan asusila, maka tetapkah media pewarta dan orang-orang itu mati-matian membela AS dan KPKnya?

Sebaliknya pendukung Budi Gunawan juga memberikan warna yang berbeda namun tampak sudah dikelola sangat rapi, mulai dari demo bayaran sampai anggota parlemen yang ngotot atas alasan konstitusional mendesak Presiden RI agar segera melantik Budi Gunawan. Meskipun permohonan Budi Gunawan dikabulkan dengan Putusan yang sangat baik, namun Media segera menentangnya dengan menampung semua hujatan kepada Hakim Sarpin Rizaldi dan Kuasa Hukum Budi Gunawan.

Mungkin benar apa kata seorang pengamat intelijen yg menyimpulkan KPK telah memenangkan "asymetric warfare" dan sukses besar menggiring opini publik!! Kalau sampai disitu asumsinya dapat diterima, maka ini adalah pertarungan kepentingan disatu pihak investor-pemilik modal raksasa yg paksa Indonesia superkilat benar benar harus jadi negara "clear dan clean" melawan negara dan pemerintah RI dipihak lain yg dicap lamban karena mengutamakan harmoni multi-faktor mulai dari kultur budaya, politik, ketatanegaraan, ekonomi, tata nilai dan sistem kemasyarakatan sampai kepada mental bangsa. Kita tahu KPK corak dan model-nya presis berkiblat ke Amerika, saat ini sdh diterapkan dan cukup berhasil di beberapa negara Asia Timur seperti China, Hongkong, Korea. Bagaimana Indonesia? Tentu perlu waktu yg cukup!

Sepertinya bila diasumsikan secara jernih pertarungan ini dimenangkan dengan skor 2-0 oleh Polri dengan hasil kalkulasi Polri tidak kehilangan apa apa, karena Budi Gunawan memang belum berstatus Kapolri dan Ia mendapatkan kembali untuk sementara Status bukan tersangka sementara KPK justru kehilangan 2 orang Komisionernya bahkan menjadi tersangka pesakitan yang tidak bisa diprediksi kapan berakhir penyelesaian kasusnya. Sampai disini media-pun terdiam tak mampu berbuat apa apa karena tenggelam oleh ketegasan sikap Jokowi yang semula selalu diremehkan.

Baru kali ini kekuatan media baik cetak, online maupun elektronik ternyata gagal total menciptakan gelombang perubahan bagi kemenangan "civil society". Media sebagai corong masyarakat sipil sebulan ini kompak bersatupadu (kecuali MetroTV dan TVOne netral = tumben mesra) untuk merebut opini, sungguh luarbiasa tak henti membombardir Polri dan sebaliknya mati matian membela KPK. Apa sebab kegagalan ini terjadi? Paling tidak ada beberapa hipotesis penyebab kegagalan media tersebut yaitu;
1. Yang dibela mati-matian yaitu KPK plus Komisioner ternyata kotor juga bahkan disinyalir bermental politisi..
2. Ada nafsu berlebihan media untuk membunuh Institusi Polri yang justru berbalik membangunkan simpatisan Polri dan empati esprit de corps yang menjalar kuat bagi seluruh anggota Polri yang memiliki Doktrin Prajurit Bhayangkara
3. Tidak jelas "common enemy"-nya siapa, Media ragu ragu untuk menentukan apakah Jokowi atau BG/Polri. Media menampung hujatan publik kepada Jokowi, media selalu memojokkan Jokowi sampai lupa sasaran utamanya adalah BG. Akibatnya berbalik, relawan Jokowi serentak bangkit dan siap pasang badan bagi Jokowi.
4. Media melupakan kode etik jurnalistik, perburuan berita miskin klarifikasi, gunakan pelintiran headline dan berani menularkan cerita bohong dan rekaan semata.

Dari cuplikan di atas semoga bisa menjadi pelajaran untuk memupuk kedewasaan kita dalam memahami segala persoalan konflik sesulit apapun itu, Memberantas Korupsi harus dimulai dari sudut pandang yang lebih jernih agar dapat meminimalkan sifat "selfish" memaksakan benar sendiri, menang sendiri. Cukuplah sekali kasus seperti ini terjadi semoga kedepannya semua pihak selalu cepat tanggap beresolusi untuk menyelesaikan konflik secara damai (peacefull settlement).

Otonomi Hakim Yang Tersohor

Setelah membaca secara lengkap Amar Putusan Praperadilan Hakim Sarpin Rizaldi, aku menjadi terpesona sekaligus heran, tak disangka Hakim setingkat PN mempunyai daya jelajah melampaui pakar hukum Indonesia yang saat ini sangat monoton dan miskin interpretasi dan penemuan hukum-nya.
Ternyata Putusan model Hakim Sarpin ini, pernah sangat tersohor menggetarkan dunia hukum Belanda pada Perkara Lindenbaum-Cohen HogeRaad 1919 yang intinya munculnya kebebasan Hakim melawan keterikatan pembentuk UU dan menyempurnakan UU itu sendiri. Inilah yang mengilhami otonomi dan motivasi Hakim seluruh dunia yang menganut Civil Law termasuk Indonesia. Akibat Putusan HR 1919 ini pembentuk UU tidak pernah khawatir dgn keterbatasan UU yang dihasilkannya, bahkan justru Hakim akan lebih mudah dan leluasa menjaga UU itu berjalan sejajar dengan perkembangan masyarakat yang cepat berubah.
Hal yang tak terbayangkan akibat HR 1919 itu maka logika hukum yang terdiri dari kumpulan fakta dan premis menjadi Ilmu yang sangat penting. Apakah Metode ini kebablasan dan bisa menimbulkan ketidakpastian? Yang jelas konsep ini tidak menabrak doktrin sens-clair (jika kata kata dalam UU sudah cukup jelas maka tidak boleh ditafsirkan).
Putusan Hakim jelas tidak akan pernah memuaskan semua pihak. Hal ini disebabkan semua Putusan itu tidak dapat dijamin selalu "apokditis" (yang tidak dapat dibantah) atau yang "plausible" (yang dapat dipercaya). Dalam metode ini Hakim selalu berusaha meningkatkan kemungkinan menjadi kepastian. Hakim selalu berusaha mencari keputusan "topis" (yang diakui dapat diterima).
Dari otonomi dan motivasi Hakim Sarpin sarat dengan terhubungnya rangkaian gambar bagaimana beberapa kemungkinan yang dimiliki Hakim untuk bisa keluar dari belenggu Pasal 77 KUHAP mengenai syarat obyek Praperadilan. Tak terbendung, dalam Putusan ini otonomi Hakim Sarpin mampu menjelajah berbagai aturan hukum yang relevan untuk menyelesaikan suatu kejadian konkrit. Sangat jernih, ke 5 butir amar putusannya hampir pasti memuat alasan keputusan dan menyebutkan fakta yang memberikan alasan yang melahirkan keputusan itu. Jelas tak terbantahkan adanya fakta "tidak sahnya penyidikan" maka mutatis mutandis mengakibatkan"tidak sahnya penetapan tersangka".
Setelah tersohor seabad yang lalu di Belanda, apakah Putusan Praperadilan Hakim Sarpin ini bisa memicu Para Hakim di Indonesia untuk lebih meningkatkan daya jelajahnya, otonomi dan motivasinya semata mata demi hukum dan keadilan!!

Dosa Mencuri Makanan Raja

Melongok dibalik nukilan kisah sejarah Raja Raja bersama para pembantunya dan orang-orang yang melingkarinya dengan cover story "rakyat" sungguhlah sarat dengan segudang intrik, siasat, pengelabuan, jebakan dan teror. Namun selalu tergambar betapa dalamnya sebuah pengetahuan akan kebijaksanaan yang tersembunyi.Teater Gandrik misalnya bisa menjadi cermin betapa kuatnya unsur dramaturginya, adegan teatrikalnya bisa menguatkan peran 'sumir" sebagai korban kekuasaan.
Raja Inggris (Sir John) dalam rangka melindungi kekuasaannya dari pemberontakan Ia harus menyatukan faksi faksi yang bertikai dalam lingkar kekuasaannya maka Ia berkata jujur bercerita kepada para menteri dan orang-orang Istana, sewaktu kecil ia pernah mencuri makanan Sang Raja (ayahnya) dan ayahnya malah menghukum pelayan lain. Ayahnya pun berpesan padanya bahwa ia sebenarnya sudah tahu hal itu, namun kehormatan keluarga harus terjaga. Itulah dasar mempertahankan kerajaan. Jangan sampai hal kecil memperburuk kerajaan dan Putra Mahkota harus dianggap jujur.
Cerita Raja yang menggunakan taktik dalam kebijaksanaannya mencari hukum dan keadilan bahkan juga terjadi dalam Kitab Suci. Dalam Kisah Raja Yusuf bahkan diriwayatkan Ia mendapatkan strategi dari Allah untuk menjaga keselamatan adiknya Benyamin dengan siasat "mencuri Piala Bejana minuman raja". Allah memberikan kemudahan bagi Yûsuf untuk mengatur segala sarana dan taktiknya dengan seksama penuh hati-hati. Itu semua adalah sebagian karunia Allah untuk meninggikan derajat ilmu kepada siapa saja yang dikehendaki-Nya. Dan di atas orang yang berilmu selalu ada yang Lebih Besar dan Lebih Berilmu. Selalu ada saja yang lebih tahu. Ditemukannya Piala dari tas Benyamin, membuat malu saudara- saudara Yûsuf yang lain. Mereka pun mencari-cari alasan untuk membebaskan diri dari pencurian yang dilakukan oleh Benyamin. Sebuah alasan yang menohok Benyamin dan Yûsuf , mengisyaratkan bahwa mencuri adalah watak yang mereka berdua warisi dari ibunya. Mereka mengatakan, "Tidak aneh kalau ia mencuri, sebab saudara kandungnya pun pernah melakukan hal yang sama sebelumnya!" Yûsuf merasakan dalamnya dan pedihnya tuduhan tersembunyi itu, tetapi ia menyimpan perasaan itu dalam dalam, yang kalau diutarakan akan berbunyi, "Derajat kalian lebih rendah dan hina. Allah lebih tahu dengan benar tentang apa yang kalian katakan mengenai tindakan mencuri yang dilakukan Benyamin itu"
Alkisah dinegeri antah berantah, terkenal legenda cerita tentang seorang yang tertangkap mencuri makanan Raja yang diperintahkan dihukum gantung. Sebelum digantung Raja memberikan si Pencuri kesempatan untuk berbicara untuk terakhir kalinya. Pencuri menjawab ''ketahuilah Baginda saya dapat menanam satu biji apel yang bisa bertumbuh dan berbuah dalam satu malam. Itulah rahasia yang diajarkan oleh ayahku dan saya berpikir sayang sekali bila pengetahuan dan rahasia ini mati bersama saya". Akhirnya Raja menunda hukum gantung itu dan si Pencuri pun menggali lubang dan mengatakan " biji ini hanya dapat ditanam oleh orang yang tidak pernah mencuri atau mengambil milik orang lain, tentunya saya tidak dapat melakukan ini". Lalu Raja memerintahkan Perdana Menteri untuk menanamnya tetapi Ia ragu ragu dan menampiknya karena ternyata sewaktu muda Perdana Menteri pernah menympan barang yang bukan miliknya. Ketika Bendahara diminta menanam biji itu memohon maaf karena Ia pernah menipu untuk memiliki sejumlah uang. Akhirnya Raja-pun menghela nafas dan mengaku Ia juga tak dapat menanamnya karena sewaktu kecil Ia suka mengambil barang berharga milik ayahnya. Sang pencuri berpaling kepada mereka " Tuan Tuan adalah orang terhormat dan berkuasa tidak menginginkan sesuatu lagi, tetapi tidak dapat menanam biji apel ini. Tetapi saya yang mencuri makanan sedikitpun yang kebetulan makanan Raja untuk dapat bertahan hidup, harus digantung" Sang Raja tersenyum, senang dan puas dengan perumpamaan dan kebijaksanaan si pencuri dan segera mengampuni membebaskannya.
Dari cuplikan "cover story" di atas semoga bisa menjadi inspirasi untuk memupuk kedewasaan kita dalam memahami segala persoalan konflik sesulit apapun itu, dari sudut pandang yang lebih positif dengan pendekatan kebijaksanaan yang adil menenangkan hati sekaligus juga dapat meminimalkan aura negatif dan ketamakan diri sendiri untuk selalu "selfish" memaksakan benar sendiri, menang sendiri. Bagi kita yang belum pernah jadi Raja ataupun jadi Presiden RI dengan petikan hikmah cerita di atas dapat menumbuhkan kesadaran empati kita yang mendamaikan hati!!

No Free For Lunch No Barter For Death

Perdana Menteri (PM) Australia Tonny Abbott menyatakan eksekusi mati terhadap warganya merupakan tindakan "barbar". Tak puas disitu Tony bersikap "childish" seperti barter mainan ungkit Bantuan Tsunami dengan Gembong Bali Nine, Andrew Chan dan Myuran Sukumaran, ini bermakna jelas "there is no free lunch". Puncaknya kemarin pagi tanggal 18 Februari 2015 berlangsung demo besar-besaran di pusat kota Melbourne oleh ratusan praktisi hukum antara lain dihadiri hakim agung negara bagian Victoria, Lex Lasry, yang dalam tiga pekan terakhir menemui Chan dan Sukumaran di LP Kerobokan. Demo juga akan diteruskan di berbagai kota hingga malam hari. Selain itu, Sekjen PBB Ban Ki-moon juga meminta pemerintah Indonesia membatalkan pelaksanaan eksekusi mati para terpidana kasus narkotika tersebut.
Tampaknya kehebohan ini sebenarnya wajar dan harus dilihat biasa biasa saja meskipun disana Australia sudah berteriak SOS tetapi Indonesia sebaliknya mempunyai integritas hukum dan kedaulatan yang tidak bisa diintervensi oleh siapapun termasuk oleh Sekjen PBB. Alasan Jokowi Indonesia dalam keadaan Darurat Narkoba jangan dipandang enteng itu adalah sinyal terkuat tahun 2015 dari seorang Pemimpin Dunia yang justru seharusnya diikuti seluruh pemimpin dunia lainnya, seperti halnya Obama menjadikan terorisme menjadi musuh utama dunia lainnya! Lalu mengapa mereka tak bereaksi keras dalam pemberantasan terorisme yang sama juga menghukum mati pelakunya. Apa bedanya dengan hukuman mati terhadap Gembong Narkoba? Bedanya tipis hanya soal formalistik tetapi hasilnya sama juga yaitu "aksi mencabut nyawa". Bahkan US mengenal Hukuman Mati. Dahulu mungkin Tony Abbot bisa bermain mata dengan kewenangan Grasi Presiden SBY dan Menkumham dimotori wakilnya Denny Indrayana untuk mengakali Hukum Positif yang berlaku di Indonesia. Tapi dunia kini harus tahu Jokowi berbeda, profilnya memang tak meyakinkan tapi nyali dan tindakannya sangat menggetarkan maka tidak mengherankan pada waktunya nanti sudah seharusnya semua menjadi follower Jokowi dalam pemberantasan Narkoba secara Internasional!
Di dalam negeri kita pasti berpendapat gencarnya Koalisi Anti Hukuman Mati di Indonesia dinilai aneh juga. Mereka mendesak Pemerintah untuk menyetop hukuman mati tetapi sementara dasar legitimasi hukum positif kita sangatlah kuat. Dan mereka lupa Menlu RI Retno sangat memahami bahwa dalam case ini Hukum Internasional hanyalah sub-ordinary dari Hukum Nasional sebab HI tidak mempunyai Law Body Making atas Hukuman Mati yang diterapkan oleh hukum nasional suatu negara. Namun tak bijaksana juga bila kita tidak melongok apa sih yang melatarbelakangi gerakan koalisi anti hukuman mati di Indonesia?
VERSI KOALISI HRWG
Di Tanah air gayung bersambut Koalisi Anti Hukuman Mati yang tergabung di dalam Human Right Working Grup (HRWG), Imparsial, Setara Institute, ICJR (Institute for Criminal Justice Reform), LBH, Kontras dan ELSAM menolak keras hukuman mati di Indonesia dan mengecam pernyataan Menlu RI Retno Marsudi bahwa hukuman mati sesuai dengan Hukum Internasional. Koalisi inipun merelease alasan penolakan mereka atas hukuman mati gelombang II. Khususnya menolak Putusan MK 21 Oktober 2008 karena dianggap terjebak positivisme hukum formal. Seperti kita ketahui Putusan MK 2008 itu menegaskan bahwa tata cara pelaksanaan hukuman mati di Indonesia adalah menurut UU No.2/Pnps/1964 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hukuman Mati yang merupakan lex specialis yang menegasikan pasal 11 KUHAP. Lebih lanjut, MK menyatakan UU No. 2/Pnps/1964 tentang Tata Cara Pelakasaan Hukuman Mati yang dijatuhkan oleh Pengadilan di Lingkungan Peradilan Umum dan Militer tidak bertentangan dengan Pasal 28I ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Direktur Eksekutif Elsam, Indriaswati Dyah Saptaningrum, mengatakan Putusan MK ini secara nyata telah mengabaikan perkembangan ilmu pengetahuan hukum dan peraturan perundang-undangan di Indonesia yang telah mengalami perubahan paradigma sebagaimana terlihat dalam RUU KUHP yang sudah menempatkan hukuman mati sebagai pidana yang bersifat khusus dan diancamkan secara alternatif. Pidana mati dapat dijatuhkan secara bersyarat, dengan memberikan masa percobaan, sehingga dalam tenggang waktu masa percobaan tersebut terpidana diharapkan dapat memperbaiki diri sehingga pidana mati tidak perlu dilaksanakan. Demikian juga dengan Statuta Roma Mahkamah Pidana Internasional (Rome Statute of the International Criminal Court, 1998) yang rencananya akan diratifikasi Pemerintah Indonesia sama sekali tidak mengatur mengenai ancaman pidana mati. Hukuman dalam mekanisme International Criminal Court juga hanya berupa hukuman penjara yang terdiri dari hukuman penjara seumur hidup untuk kejahatan yang sangat serius dan hukuman penjara maksimum 30 tahun.
Disamping itu menurut Koalisi ini, penerapan hukuman mati bertentangan dengan ketentuan hukum hak asasi manusia Internasional yang secara tegas menyatakan hukuman mati bertentangan dengan prinsip-prinsip yang diatur di dalam konvenan Internasional Hak-hak Sipil dan Politik (International in Civil and Political Rigts-ICCPR.). Hak untuk hidup (rights to life) - yaitu pada bagian III Pasal 6 (1) - menyatakan bahwa setiap manusia berhak atas hak untuk hidup dan mendapatkan perlindungan hukum dan tiada yang dapat mencabut hak itu. Perlu diingat bahwa prinsip-prinsip yang diatur dalam ICCPR telah menjadi bagian dari hukum nasional Indonesia, melalui UU No.12 Tahun 2005 tentang Ratifikasi Kovenan Hak-hak Sipil dan Politik. Pertimbangan lain, menurutnya, adalah perkembangan mutakhir dalam konteks pemidanaan bagi terpidana. "Kalau dulu praktek pemidanaan berdasarkan pada restributive justice. Jadi orang dihukum sebagai sebuah tindakan balasan atas ketidakadilan yang dilakukan atau kejahatan yang dilakukan. Kalau zaman purba, kan, mata ganti mata, nyawa ganti nyawa. Lalu berkembang lagi tapi masih dengan prinsip yang sama kalau mata seseorang tidak bisa diambil dia lalu dipenjara saja! Benarkah Demikian?
SUMMARY
Secara ideologi prinsip HAM, maka gerakan Koalisi ini sangat baik dan dapat diterima secara umum namun mereka tengah berhadapan dengan integritas hukum dan kedaulatan negara RI. Hukum HAM Internasional memang melarang (tetapi tidak absolut) hukuman mati. Namun dalam kasus tertentu HI sebaliknya menyerahkan sepenuhnya pelaksanaannya kepada Hukum Nasional. Aksi protes pemimpin dunia memang cukup keras tetapi sedikit mengundang kelucuan karena itu sebenarnya dilakukan semata mata pencitraan politik dalam negeri-nya. Lihatlah nanti apakah mereka juga ngambek menolak hadir memenuhi undangan Jokowi dalam Asian African Commemoration Indonesia ke 60? Meski masih berupa riak riak ternyata akibat datangnya kecaman bertubi-tubi dari Brazil, Perancis, dan aksi heroik PM Australia Tony Abbot justru malah memancing spontanitas nasionalisme bagi publik dan rakyat Indonesia! Tony! don't judge our path if you never path our journey as a nation, so it's okay no free for lunch but no barter for death sir!!

Saturday, November 22, 2014

Menguji Kebisingan Politik Dari Jualan Investasi Ke Kebijakan Alih Subsidi

Seperti diduga Jokowi dengan keberaniannya yang  tiada tara pada tanggal 17 Oktober 2014 mengeluarkan keputusan yang tak urung mencengangkan banyak orang yaitu menaikkan harga BBM dengan menyebutnya sebagai pengalihan subsidi dari sektor konsumtif ke sektor sektor produktif.  Tepat satu hari sebelumnya Tim Pemberantasan Mafia Migas dipimpin ekonom Faisal Basri telah terbentuk dan juga seminggu sebelumnya Jokowi dengan kabinet kerjanya telah tancap gas launching program Kartu Saktinya seakan mengirim sinyal akan segera menaikkan BBM setelah Jokowi kembali ke tanah air dari tiga konferensi internasional. Terang saja keputusan ini segera direspon pro kontra, demo anarkis yang meluas, mahasiswa, buruh dan Organda silih berganti membisingkan kondisi negeri dan semakin lengkap koalisi oposisi bertepuk tangan bak menangkap celah peluang dan amunisi untuk menggoyang pemerintahan. Salah satu argumen Mahasiswa dan Parlemen hampir sama bahwa Jokowi tidak punya alasan menaikkan harga BBM disaat harga minyak dunia turun. Jokowi dianggap memilih jalan pintas tanpa peduli kondisi rakyat. Hari hari ini nafsu oposisi klimaks ingin menginterpelasi Pemerintah.Tapi bukan Jokowi namanya kalau gentar atau bergeming tidak tenang,  Jokowi menjawab semua cacimaki dengan senyum dan hati yang dingin menusuk hati seakan akan menantang kebangkitan nafsu oposannya di Parlemen.
Benarkah Jokowi zalim dan telah menjadi pembunuh bagi rakyatnya yang telah memilihnya? Agak sulit membenarkan tuduhan subyektif ini bila tidak ada kesempatan waktu yang cukup diberikan kepada pemerintah untuk membuktikan keampuhan keputusannya ini.  Apa sebenarnya yang menjadi  sumber petaka ini sehingga Jokowi sangat yakin ingin membuka jalan baru mengubah mindset negara untuk segera move on dan merevolusi mental manja membakar bakar uang negara memboroskan sehingga APBN defisit. Salah satu faktor utama adalah soal klasik ketahanan energi. Ada cukup banyak pertanda kita mengalami fenomena resources curse. Banyak orang tidak tahubila Indonesia menjadi pengimpor bensin dan solar terbesar di dunia. Produksi minyak mentah rerata Januari-September 2014 tinggal 792 ribu barel sehari, mengalami penurunan secara persisten dari tingkat tertingginya sekitar 1,6 juta barel per hari pada 1981. Sebaliknya, konsumsi minyak meroket dari hanya 396 ribu barel sehari di 1980 menjadi lebih dari 1,6 juta barel di 2013 (Faisal Basri; Memaknai Tim Pemberantasan Mafia Migas, MetroTVnews.com)
Sudah 20 tahun Indonesia tidak membangun kilang baru. Kilang yang ada sudah uzur, bahkan masih ada yang merupakan peninggalan pemerintah kolonial. Akibatnya impor bahan bakar minyak (BBM) kian menggerogoti devisa negara. Di 2013 impor BBM mencapai USD28,6 miliar. Padahal pada 2001 baru USD2,6 miliar. Berarti hanya dalam waktu 12 tahun impor BBM naik sebelas kali lipat. Tekanan semakin berat karena sejak tahun 2013 Indonesia sudah mengalami defisit minyak mentah.

Ketahanan energi kita terkikis. Sepuluh tahun lalu kapasitas tangki penyimpanan BBM bisa untuk memenuhi kebutuhan 30 hari, sedangkan sekarang hanya 18 hari. Kita sama sekali tidak memiliki cadangan strategis. Kita memang tidak sekaya negara-negara Timur Tengah, Rusia, dan Amerika Serikat. Namun, di antara negara ASEAN, Indonesia terbilang paling kaya walaupun cadangan terbukti hanya sekitar 3,6 miliar barel. Dengan tingkat produksi sekarang, cadangan itu bakal habis dalam 13 tahun. Jika tidak ada eksplorasi, cadangan potensial sebanyak 3,7 miliar barel tidak akan menjelma sebagai cadangan terbukti (proven reserves).

Migas bukan sekadar sumber energi, melainkan juga sebagai pundi-pundi penerimaan negara atau penopang APBN. Ironisnya, subsidi BBM sudah jauh melampaui penerimaan negara dari bagi hasil minyak dan pajak keuntungan perusahaan minyak. Subsidi BBMlah yang membuat primary balance dalam APBN sudah mengalami defisit sejak 2012. Lebih ironis lagi, dalam sepuluh tahun terakhir, sembilan tahun terjadi subsidi BBM lebih besar dari defisit APBN. Secara tak langsung bisa dikatakan sebagian subsidi BBM sudah dibiayai dengan utang pemerintah.

Salah urus pengelolaan migas berimbas pula terhadap kemampuan industri. Karena tidak membangun kilang selama puluhan tahun, Indonesia kehilangan kesempatan menghasilkan produk ikutan dari BBM, yakni konsensat yang merupakan bahan baku utama industri petrokimia. Industri ini merupakan salah satu pilar utama industrialisasi. Tak heran kalau selama satu dasawarsa terakhir pertumbuhan industri manufaktur hampir selalu lebih rendah dari pertumbuhan PDB. Akibat lainnya, impor plastik dan barang dari plastik dan produk kimia organik relatif besar, masing-masing terbesar keempat dan kelima. Sudah saatnya kita menata ulang sektor migas. Kondisi yang kian memburuk berkelamaan terutama disebabkan oleh menyemutnya berbagai kelompok kepentingan (vested interest) yang melakukan praktisi pemburuan rente (rent seeking).

Hanya dengan penguatan institusi agar para elit tidak leluasa merampok kekayaan negara kita bisa mewujudkan cita-cita sebagaimana termaktub dalam Undang-Undang Dasar 1945. Tugas sejarah kita mentransformasikan dari exclusive conomic and political institutions menjadi inclusive political and economic institutions. Semoga kekayaan alam kita menjadi berkah, bukan kutukan, bagi sebesar-besar kemakmuran rakyat. Itulah barangkali makna dari penugasan Tim Pemberantasan Mafia Migas. Kesempatan emas untuk menata sektor migas secara total. 
Lalu apa kaitannya problem alih subsidi ini dengan jualan Jokowi mengajak CEO-investor kakap dunia untuk datang ke Indonesia secara besar-besaran. Jokowi seakan ingin mengatakan sebentar lagi Pemerintah akan menyetop inefesiensi pemborosan pararel untuk menciptakan iklim investasi bagi kemajuan baru Indonesia. Apakah Jokowi ingin mengikuti jejak Tiongkok, Vietnam dan Myanmar yang maju pesat setelah jor-joran membuka kran investasi? Seperti yang kita ketahui, iklim investasi di Indonesia akhir-akhir ini nyata mengalami penurunan akibat gejolak politik yang terjadi di Indonesia. Indeks harga saham gabungan (IHSG) sempat mengalami penurunan seiring dengan kekhawatiran para investor bahwa pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla tidak akan mendapatkan dukungan dari parlemen karena dikuasainya DPR oleh Koalisi Merah Putih. Namun, secercah harapan muncul seiring dengan kebijakan Presiden terpilih Joko Widodo yang mengundang investor asing ke Indonesia. Hal ini diungkapkan Presiden Jokowi pada pidato perdananya di hadapan para CEO dunia pada forum KTT APEC yang berlangsung di Beijing pada 10 November 2014.

Di awal pidato, Presiden Jokowi memberikan gambaran tentang Indonesia yang memiliki 17.000 pulau dengan jumlah penduduk sekitar 240 juta jiwa, namun konektivitas antarpulau belum terbangun dengan baik sehingga ada kesenjangan harga komoditas barang antara pulau yang satu dengan yang lain. Ia mencontohkan harga semen di Papua 25 kali lipat dibandingkan dengan harga semen di Pulau Jawa. Oleh sebab itu, sektor yang dipromosikan adalah kemaritiman dengan membangun tol laut untuk menekan biaya transportasi.

Presiden Jokowi juga memaparkan sejumlah peluang yang ada di Indonesia. Ia menginginkan investasi yang besar dalam membangun transportasi logistik, membangun bandar udara dan memperluas 24 pelabuhan, transportasi masal kereta api, serta pembangkit tenaga listrik 35.000 MW. Pembangunan industrial zone di beberapa lokasi akan dilakukan agar industri di Indonesia berkembang.

Selain itu, Presiden Jokowi juga memaparkan bahwa kondisi pasar di Indonesia lebih kompetitif untuk membawa industri Indonesia ke arah perkembangan yang lebih baik. Khusus untuk raw material, Presiden Jokowi menjelaskan bahwa barang yang keluar dari Indonesia adalah barang setengah jadi dan barang jadi, hal ini dilakukan agar nilai tambah barang tersebut ada di Indonesia.

Selain memaparkan peluang yang ada, Presiden Jokowi mengungkapkan adanya sejumlah masalah yang menghambat pembangunan di Indonesia, misalnya masalah perizinan dan pembebasan lahan. Untuk mempermudah perizinan, semua kementerian yang berurusan dengan investasi akan berada dalam satu gedung dan membangun kantor perizinan. Sedangkan dalam upaya menyelesaikan pembebasan lahan, Presiden Jokowi akan melibatkan Menteri, Gubernur, dan Walikota untuk ikut serta membantu pembebasan lahan pada proyek-proyek yang sejalan dengan kebijakan Pemerintah dan sesuai dengan hukum yang berlaku.

Presiden Jokowi juga memaparkan pembenahan masalah impor di bidang perminyakan agar lifting produksi dapat segera naik sehingga impor dapat ditekan. Pengalihan subsidi BBM akan dialihkan kepada hal-hal yang produktif, antara lain benih dan pupuk untuk petani, irigasi untuk desa, pembangunan waduk, pembangunan infrastruktur, dan mesin untuk kapal untuk nelayan. Namun, Presiden Jokowi berusaha menyakinkan kalangan usaha di Asia Pasifik, persoalan-persoalan tersebut akan menjadi fokus pembenahan dari pemerintahannya. Mengakhiri pidatonya, Presiden Jokowi mengundang kalangan usaha di forum APEC untuk berinvestasi dalam pembangunan di Indonesia.

Pidato Presiden Jokowi tersebut banyak menuai pujian dan dinilai beberapa kalangan pebisnis internasional membawa harapan yang cerah dalam berinvestasi di Indonesia. Selain itu, Pidato Presiden Jokowi digambarkan secara sederhana, padat, kongkrit, dan realistis dalam mencapai kemakmuran Indonesia dan tentu saja kemudahan investasi bagi warga dunia. Tanggapan positif juga datang dari beberapa Kepala Negara/Pemerintahan, Presiden Vietnam, Perdana Menteri Jepang, Presiden Rusia, Presiden AS, dan Presiden Tiongkok.

Presiden Vietnam menganggap Indonesia sebagai sahabat dan akan berkomitmen untuk mendorong kerja sama kedua negara. Perdana Menteri Jepang menyebut  Indonesia sebagai mitra strategis Jepang, dan sebagai negara maritim, kedua pihak harus berkontribusi demi kedamaian dan keadilan. Melalui investasi Jepang ke Indonesia, Pemerintah Jepang ingin berkontribusi di bidang industri dan pembangunan sumber daya manusia melalui berbagai kerja sama di bidang industri kreatif dan pertukaran pelajar.

Sedangkan Presiden Rusia berkeyakinan hubungan kedua negara sebagai mitra strategis akan semakin baik pada masa yang akan datang. Presiden Tiongkok, Xi Jinping mengatakan kedua negara akan menjalin persahabatan yang sangat dalam dengan saling menghormati sebagai negara tetangga dan sahabat lama. Tanggapan serupa juga datang dari Presiden AS, Barack Obama, yang merasa senang bertemu dengan Presiden Jokowi dan berharap bisa memperkuat kerja sama.

Peningkatan daya saing global Indonesia yang terjadi di tengah masa transisi pemerintahan merupakan modal kuat bagi pemerintahan baru untuk menentukan arah perekonomian Indonesia ke depan. Berdasarkan laporan Forum Ekonomi Dunia (WEF) bertajuk Global Competitiveness Report 2014, daya saing ekonomi Indonesia berada di peringkat 34 dari 144 negara, naik empat tingkat dari posisi sebelumnya di level 38. Dengan demikian, dalam upaya peningkatan daya saing global Indonesia diperlukan jaminan kepastian hukum bagi para investor.

Kepastian hukum merupakan kunci penting yang harus diperhatikan Pemerintah untuk menciptakan iklim investasi yang baik, misalnya dalam hal ketentuan perundang-undangan masih terdapat sejumlah peraturan perundang-undangan yang jauh dari kepastian hukum, saling tumpang tindih sehingga membebani investor. Adanya jaminan kepastian hukum di Indonesia bagi para investor akan berdampak meningkatnya nilai investasi di dalam negeri. Di samping itu, perlu adanya jaminan proses penegakan hukum yang dilakukan tanpa pandang bulu. Kualitas dan penegakan hukum adalah faktor dominan dan saling mempengaruhi. Sebaliknya, lemahnya penegakan hukum dan kepastian hukum mempengaruhi minimnya kepercayaan publik, dan berujung pada iklim investasi dan penurunan penerimaan negara.

Melalui pidato tersebut, mungkin Jokowi ingin menyiratkan banyak dampak positif yang akan dirasakan bagi Indonesia, antara lain peningkatan hubungan bilateral, baik tingkat regional maupun internasional, khususnya pengembangan kerja sama di bidang-bidang yang menjadi prioritas Kabinet Kerja. Di antaranya adalah pembangunan infrastruktur serta peningkatan ekonomi, perdagangan, dan investasi, termasuk di bidang maritim, yang akan memberikan manfaat langsung kepada peningkatan kesejahteraan rakyat Indonesia. Hal-hal yang disampaikan Presiden Jokowi di pertemuan APEC ini sejalan dengan kepentingan nasional dan diharapkan dapat meningkatkan perkembangan ekonomi Indonesia ke arah yang lebih baik. Semoga.

Friday, February 1, 2013

Obituari, Matinya Politik Akal Sehat



Obituari, Matinya Politik Akal Sehat


Kapan persisnya Malaikat El-Maut (Angel of Death) menjemput kematian politik akal sehat, hal itu tidak diketahui persis. Namun, ia tidak berumur panjang, mati dalam usia yang sangat muda. Dilahirkan pada akhir tahun 1990-an sebagai buah dari rajutan cinta dan kerinduan terhadap tatanan kekuasaan yang menghargai serta memuliakan martabat manusia: keadilan, kesetaraan, toleransi, pengakuan, dan penghargaan terhadap heterogenitas serta nilai-nilai luhur lainnya. Romantisisme cinta publik terhadap manajemen kekuasaan negara di awal reformasi mungkin mirip sensasi dan fantasi romantisisme rakyat Athena terhadap demokrasi, ratusan abad sebelum Masehi dalam buku Victoria Wohl, Love Among The Ruins (2002), mengenai erotisme demokrasi di Athena klasik.
Kehadiran politik akal sehat juga menghasilkan energi dahsyat yang mampu meluluhlantakkan tatanan kekuasaan yang represif dan otoritarian. Namun, daya tahan tubuhnya merosot secara drastis sejalan dengan semakin menumpuknya racun opium kekuasaan yang bersarang di tubuhnya. Toksin yang memproduksi penyakit kanker ganas yang disebut korupsi politik sudah menjalar ke seluruh sendi dan tulang sumsum hampir di sekujur tubuh politik negara. Daya bunuh racun ganas itu juga mematikan nurani dan integritas, menghancurkan kredibilitas, melumpuhkan kompetensi, dan meluluhlantakkan nilai-nilai yang menjadi pilar politik akal sehat.
Sementara itu, praktik politik akal-akalan dan perilaku munafik yang menghamba uang semakin subur. Akibatnya, demokrasi disulap menjadi mobokrasi, seremoni mengalahkan substansi, citra menghapus fakta, sikap santun bersenyawa dengan perilaku durhaka, kejujuran identik dengan kebodohan. Medan politik menjadi ladang pembantaian oleh para petualang politik yang bermodal besar terhadap politisi bersih dan idealis tetapi bermodal cupet.
Kutipan di atas, yang diangkat dalam tajuk harian Kompas, mengonfirmasi kematian politik akal sehat. Angka yang disebut tidak terlalu berbeda dengan jumlah yang beredar di kalangan politisi bahwa ongkos menjadi anggota DPR minimal Rp 5 miliar. Jumlah yang fantastis dan membikin merinding bulu kuduk rakyat yang terengah-engah berjuang memenuhi kehidupan minimal sehari-hari.
Hal itu membuktikan hasrat politisi yang didominasi dan tunduk kepada kepentingan ekonomi bersedia mengeluarkan biaya yang sangat tinggi demi kekuasaan, meskipun mereka tahu total pendapatan selama lima tahun jauh lebih kecil daripada ongkos yang dikeluarkan.
Perilaku sama dan sebangun sudah akan terjadi pada 2013, karena pada tahun ini diperkirakan akan diselenggarakan 160 pilkada, termasuk pilkada yang seharusnya dilakukan pada 2014. Karena itu, pilkada tahun ini diperkirakan tidak akan banyak manfaatnya bagi masyarakat. Terlebih, selain masih didominasi politik uang, regulasi pilkada, termasuk RUU yang sedang dibahas, belum dapat menjamin lahirnya kepala daerah yang mempunyai komitmen mempergunakan kekuasaan untuk kepentingan rakyat.
Kualitas yang berkaitan dengan integritas dan kompetensi tidak cukup hanya diobati dengan rekayasa elektoral melalui perubahan dari pilkada secara langsung diubah melalui DPRD. Persoalannya jauh lebih mendasar, partai politik harus melakukan pendidikan karakter bagi kader-kadernya yang dipersiapkan untuk menduduki jabatan tersebut.
Hal yang hampir dapat dipastikan akan terjadi pula pada pemilu legislatif dan pemilihan presiden yang secara maraton akan diselenggarakan pada 2014. Medan politik akan benar-benar menjadi pasar modal. Pemilik modal akan menjadi ”tuan besar” dan pemenang yang sesungguhnya karena merekalah yang akan banyak menentukan kalah-menang dalam pertarungan politik tahun depan. Bahkan dikhawatirkan petualang politik juga akan berusaha menggerogoti Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara serta memanfaatkan akses politik mereka untuk menguras kekayaan negara.
Akibatnya, kematian politik akal sehat sangat menghancurkan sendi-sendi kehidupan bangsa dan negara. Sayang, tidak banyak orang yang tahu sehingga yang meratapi dan berduka juga tidak banyak. Namun, yang masih memberikan harapan adalah pengalaman empiris yang menjadi dalil politik bahwa orang sekali mati akan mati selamanya. Namun, perjuangan politik dapat mati berkali-kali dan akan hidup kembali. Karena itu, orang-orang yang berniat baik tidak boleh berdiam diri. Dalam kehidupan yang sarat dengan segala macam penyakit masyarakat, bersenyap-senyap sendiri dan tidak peduli adalah kejahatan sosial.
Spirit dan roh yang menebarkan kemuliaan masih banyak dan tersebar di berbagai kalangan, cendekiawan, kelompok profesional, bahkan di kalangan politisi dan birokrat serta berbagai organisasi masyarakat. Mereka yang gigih dan tak pernah lelah melakukan perlawanan terhadap kebatilan. Kekuatan magis inilah yang akan menghidupkan kembali politik yang bernalar dan mulia. Agenda yang sangat penting adalah mengawasi perekrutan politik serta mempersiapkan gagasan besar untuk menata kekuasaan yang lebih beradab pasca-Pemilu 2014.
J KRISTIADI Peneliti Senior di CSIS